Sunday, December 19, 2010

Kisah Tragis Seorang Keluarga (Sad Story)

25 tahun yang lalu,
Inikah nasib? Terlahir sebagai menantu bukan pilihan. Tapi aku dan Kania harus tetap menikah. Itu sebabnya kami ada di Kantor Catatan Sipil. Wali kami pun wali hakim. Dalam tiga puluh menit, prosesi pernikahan kami selesai. Tanpa sungkem dan tabur melati atau hidangan istimewa dan salam sejahtera dari kerabat. Tapi aku masih sangat bersyukur karena Lukman dan Naila mau hadir menjadi saksi. Umurku sudah menginjak seperempat abad dan Kania di bawahku. Cita-cita kami sederhana, ingin hidup bahagia.

22 tahun yang lalu,
pekerjaanku tidak begitu elit, tapi cukup untuk biaya makan keluargaku. Ya, keluargaku. Karena sekarang aku sudah punya momongan. Seorang putri, kunamai ia Kamila. Aku berharap ia bisa menjadi perempuan sempurna, maksudku kaya akan budi baik hingga dia tampak sempurna. Kulitnya masih merah, mungkin karena ia baru berumur seminggu. Sayang, dia tak dijenguk kakek-neneknya dan aku merasa prihatin. Aku harus bisa terima nasib kembali, orangtuaku dan orangtua Kania tak mau menerima kami. Ya sudahlah. Aku tak berhak untuk memaksa dan aku tidak membenci mereka. Aku hanya yakin, suatu saat nanti, mereka pasti akan berubah.

19 tahun yang lalu,
Kamilaku gesit dan lincah. Dia sekarang sedang senang berlari-lari, melompat-lompat atau meloncat dari meja ke kursi lalu dari kursi ke lantai kemudian berteriak "Horeee, Iya bisa terbang". Begitulah dia memanggil namanya sendiri, Iya. Kembang senyumnya selalu merekah seperti mawar di pot halaman rumah. Dan Kania tak jarang berteriak, "Iya sayaaang," jika sudah terdengar suara "Prang". Itu artinya, ada yang pecah, bisa vas bunga, gelas, piring, atau meja kaca. Terakhir cermin rias ibunya yang pecah. Waktu dia melompat dari
tempat tidur ke lantai, boneka kayu yang dipegangnya terpental. Dan dia cuma
bilang "Kenapa semua kaca di rumah ini selalu pecah, Ma?"

18 tahun yang lalu,
Hari ini Kamila ulang tahun. Aku sengaja pulang lebih awal dari pekerjaanku agar bisa membeli hadiah dulu. Kemarin lalu dia merengek minta dibelikan bola. Kania tak membelikannya karena tak mau anaknya jadi tomboy apalagi jadi pemain bola seperti yang sering diucapkannya. "Nanti kalau sudah besar, Iya mau jadi pemain bola!" tapi aku tidak suka dia menangis terus minta bola, makanya kubelikan ia sebuah bola. Paling tidak aku bisa punya lawan main setiap sabtu sore. Dan seperti yang sudah kuduga, dia bersorak kegirangan waktu kutunjukkan bola itu. "Horee, Iya jadi pemain bola."

17 Tahun yang lalu,
Iya, Iya. Bapak kan sudah bilang jangan main bola di jalan. Mainnya di rumah aja. Coba kalau ia nurut, Bapak kan tidak akan seperti ini. Aku tidak tahu bagaimana Kania bisa tidak tahu Iya menyembunyikan bola di tas sekolahnya. Yang aku tahu, hari itu hari sabtu dan aku akan menjemputnyanya dari sekolah. Kulihat anakku sedang asyik menendang bola sepanjang jalan pulang dari sekolah dan ia semakin ketengah jalan. Aku berlari menghampirinya, rasa khawatirku mengalahkan kehati-hatianku dan "Iyaaaa". Sebuah truk pasir telak menghantam tubuhku, lindasan ban besarnya berhenti di atas dua kakiku. Waktu aku sadar, dua kakiku sudah diamputasi. Ya Tuhan, bagaimana ini. Bayang-bayang kelam menyelimuti pikiranku, tanpa kaki, bagaimana aku bekerja sementara pekerjaanku mengantar barang dari perusahaan ke rumah konsumen. Kulihat Kania menangis sedih, bibir cuma berkata "Coba kalau kamu tak belikan ia bola!"

15 tahun yang lalu,
Perekonomianku morat marit setelah kecelakaan. Uang pesangon habis untuk ke rumah sakit dan uang tabungan menguap jadi asap dapur. Kania mulai banyak mengeluh dan Iya mulai banyak dibentak. Aku hanya bisa membelainya. Dan bilang kalau Mamanya sedang sakit kepala makanya cepat marah. Perabotan rumah yang bisa dijual sudah habis. Dan aku tak bisa berkata apa-apa waktu Kania hendak mencari ke luar negeri. Dia ingin penghasilan yang lebih besar untuk mencukupi kebutuhan Kamila. Diizinkan atau tidak diizinkan dia akan tetap pergi. Begitu katanya. Dan akhirnya dia memang pergi ke Malaysia.

13 tahun yang lalu,
Setahun sejak kepergian Kania, keuangan rumahku sedikit membaik tapi itu hanya setahun. Setelah itu tak terdengar kabar lagi. Aku harus mempersiapkan uang untuk Kamila masuk SMP. Anakku memang pintar dia loncat satu tahun di SD-nya. Dengan segala keprihatinan kupaksakan agar Kamila bisa melanjutkan sekolah. aku bekerja serabutan, mengerjakan pekerjaan yang bisa kukerjakan dengan dua tanganku. Aku miris, menghadapi kenyataan. Menyaksikan anakku yang tumbuh remaja dan aku tahu dia ingin menikmati dunianya. Tapi keadaanku mengurungnya dalam segala kekurangan. Tapi aku harus kuat. Aku harus tabah untuk mengajari Kamila hidup tegar.

10 tahun yang lalu,
Aku sedih, semua tetangga sering mengejek kecacatanku. Dan Kamila hanya sanggup berlari ke dalam rumah lalu sembunyi di dalam kamar. Dia sering jadi bulan-bulanan hinaan teman sebayanya. Anakku cantik, seperti ibunya. "Biar cantik kalo kere ya kelaut aje." Mungkin itu kata-kata yang sering kudengar. Tapi anakku memang sabar dia tidak marah walau tak urung menangis juga. "Sabar ya, Nak!" hiburku. "Pak, Iya pake jilbab aja ya, biar tidak diganggu!" pintanya padaku. Dan aku menangis. Anakku maafkan bapakmu, hanya itu suara yang sanggup kupendam dalam hatiku. Sejak hari itu, anakku tak pernah lepas dari kerudungnya. Dan aku bahagia. Anakku, ternyata kamu sudah semakin dewasa. Dia selalu tersenyum padaku. Dia tidak pernah menunjukkan kekecewaannya padaku karena sekolahnya hanya terlambat di bangku SMP.

7 tahun yang lalu,
Aku merenung seharian. Ingatanku tentang Kania, istriku, kembali menemui pikiranku. Sudah bertahun-tahun tak kudengar kabarnya. Aku tak mungkin bohong pada diriku sendiri, jika aku masih menyimpan rindu untuknya. Dan itu pula yang membuat aku takut. Semalam Kamila bilang dia ingin menjadi TKI ke Malaysia. Sulit baginya mencari pekerjaan di sini yang cuma lulusan SMP. Haruskah aku melepasnya karena alasan ekonomi. Dia bilang aku sudah tua, tenagaku mulai habis dan dia ingin agar aku beristirahat. Dia berjanji akan rajin mengirimi aku uang dan menabung untuk modal. Setelah itu dia akan pulang, menemaniku kembali dan
membuka usaha kecil-kecilan. Seperti waktu lalu, kali ini pun aku tak kuasa
untuk menghalanginya. Aku hanya berdoa agar Kamilaku baik-baik saja.

4 tahun lalu,
Kamila tak pernah telat mengirimi aku uang. Hampir tiga tahun dia di sana. Dia
bekerja sebagai seorang pelayan di rumah seorang nyonya. Tapi Kamila tidak suka
dengan laki-laki yang disebutnya datuk. Matanya tak pernah siratkan sinar baik. Dia juga dikenal suka perempuan. Dan nyonya itu adalah istri mudanya yang keempat. Dia bilang dia sudah ingin pulang. Karena akhir-akhir ini dia sering diganggu. Lebaran tahun ini dia akan berhenti bekerja. Itu yang kubaca dari suratnya. Aku senang mengetahui itu dan selalu menunggu hingga masa itu tiba. Kamila bilang, aku jangan pernah lupa salat dan kalau kondisiku sedang baik usahakan untuk salat tahajjud. Tak perlu memaksakan untuk puasa sunnah yang pasti setiap bulan Ramadhan aku harus berusaha sebisa mungkin untuk kuat hingga beduk manghrib berbunyi. Kini anakku lebih pandai menasihati daripada aku. Dan aku bangga.

3 tahun 6 bulan yang lalu,
Inikah badai? Aku mendapat surat dari kepolisian pemerintahan Malaysia, kabarnya anakku ditahan. Dan dia diancam hukuman mati, karena dia terbukti membunuh suami majikannya. Sesak dadaku mendapat kabar ini. Aku menangis, aku tak percaya. Kamilaku yang lemah lembut tak mungkin membunuh. Lagipula kenapa dia harus membunuh. Aku meminta bantuan hukum dari Indonesia untuk menyelamatkan anakku dari maut. Hampir setahun aku gelisah menunggu kasus anakku selesai. Tenaga tuaku terkuras dan airmataku habis. Aku hanya bisa memohon agar anakku tidak dihukum mati andai dia memang bersalah.

2 tahun 6 bulan yang lalu,
Akhirnya putusan itu jatuh juga, anakku terbukti bersalah. Dan dia harus menjalani hukuman gantung sebagai balasannya. Aku tidak bisa apa-apa selain menangis sejadinya. Andai aku tak izinkan dia pergi apakah nasibnya tak akan seburuk ini? Andai aku tak belikan ia bola apakah keadaanku pasti lebih baik? Aku kini benar-benar sendiri. Wahai Allah kuatkan aku. Atas permintaan anakku aku dijemput terbang ke Malaysia. Anakku ingin aku ada di sisinya disaat terakhirnya. Lihatlah, dia kurus sekali. Dua matanya sembab dan bengkak. Ingin rasanya aku berlari tapi apa daya kakiku tak ada. Aku masuk ke dalam ruangan pertemuan itu, dia berhambur ke arahku, memelukku erat, seakan tak ingin melepaskan aku.
"Bapak, Iya Takut!" aku memeluknya lebih erat lagi. Andai bisa ditukar, aku
ingin menggantikannya.
"Kenapa, Ya, kenapa kamu membunuhnya sayang?"
"Lelaki tua itu ingin Iya tidur dengannya, Pak. Iya tidak mau. Iya dipukulnya. Iya takut, Iya dorong dan dia jatuh dari jendela kamar. Dan dia mati. Iya tidak salah kan, Pak!" Aku perih mendengar itu. Aku iba dengan nasib anakku. Masa mudanya hilang begitu saja. Tapi aku bisa apa, istri keempat lelaki tua itu menuntut agar anakku dihukum mati. Dia kaya dan lelaki itu juga orang terhormat. Aku sudah berusaha untuk memohon keringanan bagi anakku, tapi menemuiku pun ia tidak mau. Sia-sia aku tinggal di Malaysia selama enam bulan untuk memohon hukuman pada wanita itu.

 2 tahun yang lalu,
Hari ini, anakku akan dihukum gantung. Dan wanita itu akan hadir melihatnya. Aku mendengar dari petugas jika dia sudah datang dan ada di belakangku. Tapi aku tak ingin melihatnya. Aku melihat isyarat tangan dari hakim di sana. Petugas itu membuka papan yang diinjak anakku. Dan 'blass" Kamilaku kini tergantung. Aku tak bisa lagi menangis. Setelah yakin sudah mati, jenazah anakku diturunkan mereka, aku mendengar langkah kaki menuju jenazah anakku. Dia menyibak kain penutupnya dan tersenyum sinis. Aku mendongakkan kepalaku, dan dengan mataku yang samar oleh air mata aku melihat garis wajah yang kukenal.
"Kania?"
"Mas Har, kau ... !"
"Kau ... kau bunuh anakmu sendiri, Kania!"
"Iya ? Dia..dia . Iya ?" serunya getir menunjuk jenazah anakku.
"Ya, dia Iya kita. Iya yang ingin jadi pemain bola jika sudah besar."
"Tidak ... tidaaak ... " Kania berlari ke arah jenazah anakku. Diguncang tubuh kaku itu sambil menjerit histeris. Seorang petugas menghampiri Kania dan memberikan secarik kertas yang tergenggam di tangannya waktu dia diturunkan dari tiang gantungan. Bunyinya "Terima kasih Mama." Aku baru sadar, kalau dari dulu Kamila sudah tahu wanita itu ibunya.

Setahun lalu,
Sejak saat itu istriku gila. Tapi apakah dia masih istriku. Yang aku tahu, aku belum pernah menceraikannya. Terakhir kudengar kabarnya dia mati bunuh diri. Dia ingin dikuburkan di samping kuburan anakku, Kamila. Kata pembantu yang mengantarkan jenazahnya padaku, dia sering berteriak, "Iya sayaaang, apalagi yang pecah, Nak." Kamu tahu Kania, kali ini yang pecah adalah hatiku. Mungkin orang tua kita memang benar, tak seharusnya kita menikah. Agar tak ada kesengsaraan untuk Kamila anak kita. Benarkah begitu Iya sayang?




Cerita ini gue copas dari salah satu website yang mengutip dari cerita yang tidak diketahui asalnya

Saturday, October 16, 2010

kretek..kretek *pemanasan tangan*

Haloooooo sudah lama ga posting. Abis lebaran soalnya nih, gue main petasan di depan rumah sama big brot. Gue beli petasannya banyak. Yang gede-gede jadi suaranya juga kenceng banget. Seakan-akan ada ritual kesurupan+gue nyewa penyanyi rock dadakan depan rumah. GRRRRRAAAAAAAARRR. Eh bagus juga sih kalo nyewa penyanyi rock beneran, bisa ngadu sama anjing peliharaan tetangga rumah gue. Dan juga berhubung kemarin gue ada UTS, jadi gue lagi sibuk-sibuknya belajar hadoooh. Nilainya udah keluar semua sih, menurut gue cukup memuaskan tapi gue ga boleh puas (lah?), gue harus dapetin nilai yang lebih bagus lagi untuk memotivasi hidup gue ke depan!!!!! BAKUL SOTO BAKUL TAHU!!! MERDEKA ATAU MATI!!! Yah gue maunya soto sama tahunya, hari gini gitu loh.

Cerita dimulai rabu kemarin, saat-saat gue belajar dengan (sok) seriusnya. Gara-gara gue ga biasa belajar, baru 5 menit baca biologi udah ngantuk *gaya patrick pas bengong tiba-tiba tidur*. Karena gue tidur dengan posisi yang tidak enak, ga tau ketindihan atau apa, salah satu jari tangan kiri gue sakit banget. Mungkin keseleo tapi kalo dikepalin tangannya sakit banget. Ibu saya memaksa gue untuk rontgen tangan. Yasudah gue nurut aja. Berangkatlah kita ke rumah sakit. Karena ga mau membuang waktu percuma, gue yang rajin ini ke rumah sakit sambil bawa buku.

Sesampainya di R.S, gue nungguin mama yang sedang mendaftarkan gue di ruang tunggu. Gue pun dirontgen sampai selesai. Setelah itu, gue nunggu lagi hasil rontgennya. Gue membaca buku kembali. Pas gue lagi seriusnya belajar, ada anak kecil di sebelah gue. Dia ga dapet tempat duduk karena tempat duduknya gue taro-in buku cetak ekekekekek. Tapi dengan tampang nakal, dia dudukin buku gue. Gue dalem hati sebel banget tapi masih sok asik baca, pura-pura ga tau. Karena mungkin gue cuekin, akhirnya tuh anak pergi juga YES!

Ibu gue udah selesai ambil rontgennya, trus karena udah malem, kita sekalian beli cemilan di kantin rumah sakit. Gue beli kue kering yang gede gitu satu yang ada gula-gulanya. Sumpah enak banget gue jadi ketagihan. Ternyata, tulang tangan gue gapapa. Alhamdulillah.

Dan juga sabtu kemarin, gue pergi ke rumah putri. Bersama bemo dan shelly. Tapi bemonya telat karena naik bajaj. Ga lah masa bemo naik bajaj (oke, disini kayak apaan gitu artinya. Tapi percaya deh, yang gue maksudkan tidak sesuai dengan pikiran kalian). Karena bemo datengnya telat, kita main wii dulu sambil menunggu dia. Terus kita seru-seruan bareng. Gue makannya banyak kayak orang kelaperan (emang laper). Sorenya, kita ke salah satu mall termewah, termegah, ter-AKBAR di Jakarta. Tapi pas kita keluar dari komplek rumah putri, kata bemo dia diteriakin supir truk dan supir angkot,"halo, sayang!" Weks gue ngakak bener.

Bemo dijemput paling pertama, jadi putri harus nganterin dia dulu ke rumahnya (bemo dijemput di rumah putri). Shelly pulang bareng gue jadi kita masih nunggu gue dijemput. Selama nunggu, gue liat ada mbak-mbak dikonde gitu rambutnya pake pulpen. Tapi pulpennya cuma ditancepin aja di kondenya. Jadi pulpennya berdiri gitu kayak antena. Coba kalo ada dua pulpen, gue bisa nonton tv di situ wakakkak. Dan akhirnya selesai perjalanan kita.

Monday, September 27, 2010

Musikalisasi puisi

Oke, jadi gue nge-post blog sekarang karena dipaksa disarankan pak Donal, guru Bahasa Indonesia di sekolah gue untuk menceritakan kembali tentang pengambilan nilai bahasa tadi. Mulai dari mana ya? Oh ya, minal aidin walfaidzin mohon maaf lahir dan batin ya. Maaf kalau ada salah (atau salah kata dalam menulis di blog). Gue belum lebaranan di blog hehe.

Jadi, pak Donal ngasih tugas ke kita (anak 9D) untuk musikalisasi puisi. Musikalisasi puisi adalah mengubah puisi menjadi sebuah lagu/syair. Bisa juga dibilang, puisi yang diberi nada. Sebenernya, kita boleh milih puisi yang dari buku. Tapi ga ada yang pas buat dijadiin lagu. Nadanya ga nemu-nemu. Yo akhirnya buat puisi sendiri juga boleh deh kata Mr.Donal. Kelompok gue terdiri dari: gue, Satvika, Putri, Shelly, Mardinawati/bemo, Dewi dan Ratih. Di kelompok gue, yang buat puisi adalah Mardinawati, komposer (caelah) lagunya adalah Satvika, dan pembagian suaranya adalah si bareng-bareng. Dengan semua bekal itu, kami pun siap membuat sebuah lagu dari puisi.

Inilah puisi yang kAMi PkE bUAtAn Mr.Dyne watt (Mardinawati):

Kasih Sayang

Cinta...
Malamku kelabu tanpamu
Kadang aku merasa
Ingin selalu bersamamu

Cinta...
Kau buatku tersesat
Mencarimu seumur hidupku

Mendekap indahnya bercinta
Menyentuh hangatnya kasih sayang
Cinta, taukah engkau
Kau membuat diriku penuh kasih sayang

Meracuni otakku dengan cintamu
Membuat diri ini melayang
Merasuki hingga rongga dadaku
Diriku tak bisa melupakanmu

Mengapa bernafas sedikit begitu susah?
Seakan kau mengambil seluruh hidupku
Terbelenggu...bersamamu...
Malam begitu indah jika kau milikku


Kita latian, nyampur-nyampurin nada, bacot-bacotan, makan, tidur, mandi, semedi untuk buat lagunya.
Dan ini link hasil puisinya setelah kami ubah menjadi lagu:
www.boongdeh.com

Akhirnya, hari Senin pun tiba. Waktunya menjalankan puisi. Kelompok gue dapet urutan no.5. Jadinya kita masih sempet latihan lagi sebelum detik-detik ke neraka. Gak deng detik-detik penjurian aja deh asek bangatdah pokoke kalu sama pak Donal. Kata Satvika sih kalau dia lagi marah malah jadi lucu.

Setelah menunggu cukup lama, kelompok dipanggil juga ke kelas. Abis memperkenalkan diri segala macem trus nyanyi dan bla bla bala bala ternyata ada kesalahan teknis. Satvika, yang main pianika, selang pianikanya copot. Huh udah gue bilangin kan selangnya dipengangin aja! Waktunya penjurian. Komentar pak Donal adalah es be be :
"Jujur, dari kelompok yang sudah tampil, kalian surprise banget buat saya. Saya kira kalian yah cuma gitu-gitu aja tapi ternyata bagus. Bla bla bala bala."

Intinya, kelompok kita bagus tapi ada kesalahan teknis dari pianikanya Satvika, jadi kurang bagus. Juga Dewi lebih fokus ke marakas daripada nyanyi. Ratih juga kurang hafal. Untung aja masih ada 1 kali kesempatan ambil nilai lagi besok. Ternyata emang dikasih 2 kali kesempatan ambil nilai. Yang pertama cuma untuk kritik sama masukan pak Donal aja buat kita supaya musikalisasi puisi kelompoknya jadi bagus. Makanya kita latian lagi buat besok. Wish me luck!

Wednesday, September 8, 2010

Allahuakbar, walillah ILHAM!

Halo halo halo halo halo halo halo.
Kayaknya setelah ini gue bakalan ngepost lagi dalam jangka waktu yang lama.
Sekarang udah mau lebaran nih, siap-siap ketupat, opor ayam, rendang, sayur krecek, sayur (ga tau namanya yang jelas pake tempe sama buncis kayaknya). Gue mau nge-review apa aja yang udah gue lakuin di bulan ini. Gue dikasih Serambi "Mekkah" Kegiatan Ramadhan yang harus gue isi dan kumpulin nanti kalo udah masuk sekolah lagi. Itu isinya ada doa-doa puasa, niat, pahala sholat tarawih (ini yang gue suka). Dan kita disuruh ngisi kita puasa atau ga, sholat atau ga, tarawih, tadarus de el el.

Gue isi dengan jujur kira-kira 80% kali ya HAHA. 85% deh, paling mentok 85,1%. Yah, ini kan buat nilai agama juga. NILAI AGAMA ISLAM GITU LOH. Yang guru kelas 8 nya favorit gue. Jadi gue harus isi dengan sebaik mungkin. Misalnya gue isi yang isian sholat. Mungkin gue menyabotase 1 atau 2 kali dalam seminggu. Juga ada isian tentang buka puasa bersama. Gue isi dengan yang ga penting, sumpah ga penting banget. Jadi gue isi kayak gini (maaf gue gaptek jadi bikinnya gini):
1. 28/8/2010 - (tempat) Rumah Siswa 9D - (Ceramah agama oleh) -------
2. 29/8/2010 - (tempat) Rumah saudara - (Ceramah agama oleh) -------

Ini baru mendingan:
3. 31/8/2010 - (tempat) SMP Putra 1 - (Ceramah agama oleh) Bpk.H.Djunaidi, Spd

Yaudah kalo ga ngerti bacanya gue juga bingung bikinnya.
Lebaran kali ini keluarga gue mau ngebom Surabaya. Sayang banget sih di jembatan Suramadunya kendaraan katanya ga boleh berhenti. Padahal kan gue mau nyoba kalo semua orang yang lewat jembatan itu loncat bareng-bareng, bisa ambruk apa ga + mobil juga parkirin di situ biar tambah berat. Rencananya sih, gue mau ke Mojokertonya hari Sabtu, sehari setelah lebaran dan pulangnya hari Selasa. Kalo gue maunya abis dari sana ga langsung pulang tapi nginep di Surabaya. Soalnya tiap kali pulang kampung pasti cuma ngelewatin Surabaya doang.
Dan juga, tahun ini rumah om gue di Mojokerto udah selesai dibangun. Gue mau ngacak-ngacak sama gangguin anaknya aja, tapi sepertinya gue ga bakal sempet untuk itu. Biasanya sih kalo di sana tuh makan-makan barengnya di rumah tante gue. Dia jago banget masaknya. Enak banget apalagi kalo dia bikin bakso enaaaaaaaak BGT. Dia disana sih juga terima pesanan kue-kue jadinya gue bisa pulang bawa banyak oleh-oleh dan rampokan es krim.

Kalo ada kesenangan, pasti juga bakalan ada sebaliknya. Ada satu bocah yang namanya selalu disebut-sebut pas lebaran. Anda benar, dia bernama Ilham. Dia anaknya sangat atraktif, loncat sana loncat sini teriak-teriak, nangisin adeknya dan bla bla bla. Gue aja pernah dikatain. Dasar lu! Baru kelas 5 aja belagu bet sih!
Tapi gue rada ga enak juga sama dia. Waktu gue ke rumahnya, dia sama keluarganya menyambut keluarga gue dengan baik. Sedangkan pas dia ke Jakarta, nginep di rumah gue, gue cuekin. Namanya manusia pasti punya kekurangan lah (bela diri). Sebagai gantinya, pas gue nyampe di sana, gue akan bercerita tentang Jakarta dengan baik untuk mereka semua.

(pulang kampung enaknya cuma naik pesawatnya doang, sama dikasih kue!)

Sunday, August 29, 2010

pjenusavo zvijezda

hah? bahasa apaan tuh? Kalo gue cari sih bahasa Kroat (google translate). Yah itu nama kelas gue sekarang. Yang wali kelasnya mrs. Ninno. Setelah Stoferta dan Alcatraz. Yang artinya bintang-bintang yang berkilauan. Kebetulan, kemaren juga kelas kita ngadain buka puasa bareng. Kayaknya ini buka puasa barengnya Alcatraz. Tapi anak-anaknya kebanyakan masih sama kayak sekarang. Tapi Chaca keluar :( sayang banget loh, maunya sih anak-anaknya tetep sama. Jadinya ada 2 anak yang masuk. Tari sama Ratih. Tapi Chaca tetep bagian dari Alcatraz kok :D

Lanjut ke bukber kemaren di rumah Iban. Gue berangkatnya masih cari-carian. Apalagi gue paling telat sendiri berangkat barengnya -_- Maaf ya buat muti ratri vina putri bemo yg udah nunggu di pombensin. Gue tau nunggu di pombensin ga enak sekali. Terus gue malah pake celana pendek sendiri (kecuali sama Iban). Tapi tetep seru. Kita nunggu buka bareng-bareng. Buka puasa bareng-bareng. Main petasan bareng-bareng. Jadi berasa apaan aja ye haha. Ada beberapa anak sih yang ga ikut juga, sayang sekali. Gue juga pulangnya liat tasa, ratri, nadi tapi ga sempet bilang. Maaf yaaaa (mobilnya bemo terlalu cepat melaju). Gitu-gitu makasi loh buat bemo sama papanya yang udah nganterin gue. Lucu banget percakapan dalem mobilnya, berasa kayak lagi nonton OVJ.

 Besok ada pesantren juga di sekolah gue. Moga-moga enak kelompoknya sama mentornya. Gue juga suka nginepnya. Walaupun bawa selimut sama bantal sendiri, tetep enak aja soalnya nginep bareng temen-temen gue. Gue juga pengen cepet-cepet liburannya nih. Udah capek banget sama sekolah, les de el el.

Dari semua itu, i had a lot of fun yesterday. Hope we can also enjoy for tomorrow, holiday and everyday. Thanks for being my bestfriends and classmate :)

Saturday, August 21, 2010

Keikhlasan

Ga, ga. Gue bukan mau ceramah kok. Gue cuma mau menceritakan kepada anda-anda semua cara gue menetralkan emosi. Emang sih, ada hubungannya juga sama bulan puasa. Tapi tetep aja gue ga mau ceramah. Jadi gue mau cerita dulu. Orang bule tuh pada tertib-tertib semua. Makanya luar negeri pada bersih banget. Sampe jalanannya aja licin. Ga deng. Yah pokoknya bersihlah. Coba bandingin sama kita. Gue juga termasuk laaah. Kamar gue aja berantakan abis. Males buat beresinnya. Apalagi hal yang lebih gede. Bukan semua juga sih, ada juga orang Indonesia yang tertib tapi cuma dikit.

Lanjut ke masalah antrian. Gue pernah diselak pas ngantri. Itu bikin gue teramat kesel banget banget. Apalagi  gue itu jadi ga dapetin apa yang harusnya bisa gue punya. Gue jadi susah ikhlasinnya. Nah, ini baru mulai nyambung sama omongan gue yang di atas. Jadi, gue kalo lagi kesel gini ngelakuin segala cara buat menyalurkannya tanpa mengganggu orang sodara-sodara. Kayak teriak-teriak sama nangis-nangis. Cara yang stress untuk menghilangkan stress. Ntar 15 menit kemudian gue udah lumayan lega. Tapi nanti juga bakalan agak kesel lagi. Yaudah gue gitu lagi deh.

Biasanya, orang yang gampang ketawa juga gampang marahnya. Gue kurang suka dengan orang seperti itu. Karena gue sendiri udah kayak gitu. Kalo gue temenan ama orang kayak gitu mungkin udah banyak air liur dimana-mana. Ada challenge adu bacot soalnya.
Jadilah anda-anda semua sebagai orang yang tertib agar tidak merugikan orang seperti gue. Sangat membuat kesal teman. Kalo lo tertib, gue pasti senang. Ga tau untungnya apa buat lo yang penting gue senang karena ga bakal rugi. Hidup!

Wednesday, August 18, 2010

Night trip

Kemaren malem gue sakit panas sama radang tenggorokan dan mengharuskan gue untuk pergi ke rumah sakit. Tapi, gue juga inget harus foto buat dikumpul sekolah besok. Jadi, dimulailah perjalanan malam gue. Kayak rencana awal, gue foto dulu di salah satu tempat foto ternama di Jakarta. HAHA pembual abis. Terus tukang fotonya tuh rada-rada 'melambai' tapi serem keliatannya kalo gue lawan. Beginilah percakapan singkat antara gue, mama dan tukang foto.
I=Ibu    G=gue     TK=tukang foto

I: "Mas, mau foto dong yang formal ya buat anak sekolahan"
TK : "Oke bu, di lantai atas ya"

Pas naik tangga ke atas, sendal gue copot-copot mulu gara-gara tangganya curam banget. Gue pura-pura ketawa aja biar dianggep sengaja nyopotin sendal.

G: "hahaha" *pura-pura ketawa*
TK: "Wah kalo kayak gini anak ibu kayaknya mau punya adek lagi nih bu"
I: "hahaha, iya kali ya"
G: "sok tau nih tukang," kata gue dalem hati.

Akhirnya gue sampe juga di atas. Gue langsung duduk di kursi fotonya.

TK: "rambutnya rapiin dulu ya, terus telinganya harus keliatan"
G: "kalo ga keliatan gimana?"
TK: "ya ga bagus"
G: "ga mau ah"
TK: "yaudah deh tapi saya yang rapiin rambutnya kalo gitu. Kalo sama mamanya ga mau nurut, sama saya  harus nurut"
G: "ya deh"
I: "ternyata masnya juga bisa ya jadi penata rambut"
TK: "harus bisa bu, kalo ga ya ga usah jadi fotografer" (ngomongnya sambil serius gitu mukanya)

Akhirnya fotonya selesai juga dan karena gue udah disuruh cepet-cepet sama papa gue karena dokter gue yang biasa udah mau pulang, jadi hasil fotonya pun diambil mbak gue. Perjalanan dilanjutkan ke Rumah Sakit. Setelah daftar, gue nunggu untuk dipanggil sama dokter. Sambil nunggu, gue disuruh susternya nimbang badan. Yaudah, gue nimbang badan. Abis nimbang, mama gue nanya ke susternya kenapa ga ada ukur tinggi juga. Trus kata si suster, pengukur tinggi badannya dimainin sama anak-anak kecil sampe rusak. Brutal banget.

Gue karena ga suka nunggu, ngeliatin orang-orang yang ada di rumah sakit. Gue liat ada mbak-mbak (pegawai rumah sakit kayaknya) naik lift. Dia masuk lift dan ga lama kemudian pintu liftnya kebuka. Eh ada si mbak yang tadi. Sampe 3 kali kalo ga salah dia tutup-buka pintu lift. Gue liatin terus aja. Tiba-tiba pintu lift di samping lift yang pertama tadi kebuka dan keluar tuh mbak-mbaknya sambil senyum-senyum. Sekilas dia ngeliatin gue. Dia nyadar kali ya dari tadi gue liatin. Gue ngakak liatnya.

Abis itu gue liatin ada anak kecil muter-muter di lantai. Dia muternya lama banget ga pusing apa yak. Gue taruhan tuh anak pasti jatoh. Beneran dia akhirnya jatoh trus nangis bentar sambil lari-lari ke bapaknya. Pas udah berhenti nangis, muter-muter lagi dia. Tadinya gue mau nonton tuh anak muter-muter lagi. Tapi gue udah dipanggil sama dokter.

Di dalem ruangan, sepertinya orang tua gue reunian sama dokternya.
A=ayah        I=ibu         D=dokter      G=gue

I: "selamat malam dok"
D: "selamat malam. Wah, Raveena ya udah besar sekarang. Padahal dulu masih kecil banget. Berarti saya udah tua banget ya hahaha"
A: "ahahahaha"
D: "kelas berapa sekarang ven?"
G: "kelas 3 SMP dok hehehe"
D: "kalo Ferdy (kakak gue) kelas berapa sekarang?"
I: "tahun depan udah mau kuliah dok"
D: "udah dewasa ya haha"
G: "iya haha" *ketawa biar nyambung*

Setelah pemeriksaan selesai, sang dokter menulis resep, lalu dia membuatkan gue surat dokter. Papa gue lalu membayar administrasinya. Dan gue ga nyangka kalo bakalan ketemu lagi sama mbak-mbak di lift tadi di kasir. Dia rada-rada kaget. Gue agak geser ke kanan supaya dia ga liat gue, taunya dia malah geser tempat duduk dan ngeliatin gue. Gue langsung cepet-cepet duduk di kursi tunggu aja sama mama. Abis bayar di kasir, papa gue ngasih resep dokter ke apotik rumah sakit dan tinggal nunggu dipanggil. Gue denger tiba-tiba si tukang apotik manggil,"RAVEWA, RAVEWA." buset nama gue jadi Ravewa. Berarti manggil gue bukan Vena lagi tapi jadi Vewa. Nama yang aneh sekali gue denger. Untung abis papa gue ambil obat kita langsung cepat pulang dengan selamat.

Tuesday, August 17, 2010

My family

Kalo ada orang yang nanya siapa orang-orang yang paling berharga buat gue, gue akan jawab...keluarga. Mungkin buat beberapa orang keluarga kayak ga penting gitu kali ya. Oke gue ulang hanya "buat beberapa orang". Ngomongin keluarga gue, sifat-sifat mereka tuh kayak gini

Ibu : kenapa orang ini gue duluin? Karena dia orang yang paling sering melakukan sesuatu buat gue. Yah,       mulai dari hal-hal kecil sampe yang gede. Jujur aja dia tuh cerewet. Misalnya aja gue ga ngabisin makanan dia pasti bilang,"Kok makanannya ga diabisin sih? Vena sakit? Mama suapin aja ya? Sayang tuh makanannya," sambil mau nyuapin gue. Dan kalo gue pergi kemana aja, orang  pertama yang nelpon gue pasti dia. Dan dia juga sering menerapkan kebersihannya dengan cara-cara tradisional (menurut gue). Yah intinya gue sayang banget sama dia.

Ayah : Kalo yang satu ini emang galak, dan orang yang paling tegas di rumah gue. Walaupun begitu, dia sangat amat care dengan anak-anaknya. Dan sering melucu untuk membuat hiburan. Baiklah, kalimat yang terakhir ga semuanya bener. Dia juga sering mengaku mendapat sifat kasih sayangnya dari ibunya. Dan tadi aja dia ga ke kantor buat nungguin dan jemput gue upacara di sekolah. Gue juga sangat sayang padanya.

Kakak : NAH INI YANG GUE TUNGGU. Jadi tidak santai. Barusan aja dia gangguin gue pas lagi ngetik blog ini. Dia memang pengganggu no: 1. Tapi sialnya dia adalah orang yang sering ada di kala gue susah dan senang hahaha. Yaudah serius sekarang, haah. Dia baik. Tau baik kan? Yasudah.

Segini aja deh. Capek.

    

Tuesday, August 10, 2010

Ngertinya cuma 50%

Maksud judul di atas itu gue bingung (50% ngerti 50% nggak). Akhir-akhir ini banyak orang yang aneh. Jadi anehnya bukan aneh baik tapi kebalikannya. Gue ga pernah kayaknya berbuat aneh kebalikan-dari-aneh-baik ke mereka. Tapi mungkin beda kali ya pikiran gue sama mereka. Yaudah gue mau ngomongin yang lain aja deh. Oh iya bentar lagi kan puasa, jadi ga boleh berbuat yang tidak-tidak ya haha. Gue juga mau ngucapin Selamat Berpuasa untuk yang menjalankan hohoho.

Tuesday, August 3, 2010

Blog baru

Halo gue Raveena. Aneh, padahal kemaren gue udah nge-post blog tapi kok kehapus ya? Ga tau deh yang penting ini blog gue. enjoyi!